Sobat Gagas Pertanian , beberapa postingan terakhir saya memang akan membahas khusus mengenai agens hayati. Ketersediaan di alam yang m...
Sobat Gagas Pertanian, beberapa postingan terakhir saya memang akan membahas khusus
mengenai agens hayati. Ketersediaan di alam yang
melimpah tentu menjadi potensi yang sangat besar. Hal ini perlu diketahui dan
terus disebar luaskan kepada petani, penyuluh, dan stakeholder pertanian
lainnya. Agens hayati yang akan kita bahas saat ini adalah jamur Trichoderma. Cara pembuatannya Trichoderma juga relatif mudah. Potensi
jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit
tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani
dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya
sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma,sp. Juga berfungsi sebagai
dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman
guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran
petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh [1]
Jamur Trichoderma sp sering digunakan untuk mengendalikan Fusariumoxysporum
(penyebab penyakit busuk batang pada tanaman Vanili), Phytophtora
sp (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman Lada) dan Rigidoporus
lignosus ( penyebab penyakit
Jamur akar putih pada tanaman Karet). Selain itu juga efektif
mengendalikan Phytium sp yang merupakan patogen tular tanah penyebab
penyakit rebah kecambah pada kacang-kacangan.
Jamur ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1.
Mudah
diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas
2.
Mudah
ditemukan di tanah areal pertanaman, sehingga pertumbuhan pada saat aplikasi
lebih mudah.
3.
Dapat
tumbuh secara cepat pada berbagai substrat.
4.
Memiliki
kisaran mikroparasitisme yang luas.
5.
pada
umumnya tidak patoen pada tanaman.
Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama
kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka
kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam
ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti
pada tanaman jagung dan tanaman hias.[2]
Mekanisme antagonis jamur ini dapat difahami sebagai berikut. Saat
mikroba patogen sedang dalam masa dorman, serangan antagonis jamur Trichoderma dapat menyebabkan kerusakan biologis inokulum
patogen. Mekanisme antagonis ini dapat berupa predasi, perparasi, dan
parasitisme propagul. Bentuk lain dari antagonisme adalah dengan penekanan
perkecambahan propagul melalui kompetisi karbon, nitrogen, ion besi, oksigen
dan unsur penting lainnya. Sedangkan antagonis pada permukaan tanman meliputi
antibiosis, kompetisi dan predasi.
Mikoparasitisme
dari Trichoderma Sp.
merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam
menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma
Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya,
Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya
rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur
inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau
menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait
(hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium
inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang.[3]
Mekanisme kerja Trichoderma spp. (salah satunya adalah T. koningii)
adalah menekan perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan
mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme
penghancuran Jamur Akar Putih (JAP) terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa.
Lisis merupakan proses enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan
oleh T. koningii.[1]
Semoga artikel ini menambah wawasan kita semua. V^^
[1] http://ditjenbun.deptan.go.id/
[3] Chet,I (Ed.), 1987. Innovative
Approaches to Plant Diseases Control. John Wiley and Sons, A Wiley-Interscience
Publication, USA.
COMMENTS